Perubahan sosial
adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem
sosial. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan
yang diadopsi oleh para anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses
perubahan sosial biasa tediri dari tiga tahap:
- Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan
- Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem sosial.
- Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat.
Dalam menghadapi
perubahan sosial budaya tentu masalah utama yang perlu diselesaikan ialah
pembatasan pengertian atau definisi perubahan sosial (dan Wilbert E.
Maore, Order and Change, Essay in Comparative Sosiology, New York, John Wiley
& Sons, 1967 : 3. perubahan kebudayaan) itu sendiri. Ahli-ahli sosiologi
dan antropologi telah banyak membicarakannya.
Menurut Max Weber dalam
Berger (2004), bahwa, tindakan sosial atau aksi sosial (social action)
tidak bisa dipisahkan dari proses berpikir rasional dan tujuan yang akan
dicapai oleh pelaku. Tindakan sosial dapat dipisahkan menjadi empat macam
tindakan menurut motifnya: (1) tindakan untuk mencapai satu tujuan tertentu,
(2) tindakan berdasar atas adanya satu nilai tertentu, (3) tindakan emosional,
serta (4) tindakan yang didasarkan pada adat kebiasaan (tradisi).
Anonim dalam Media
Intelektual (2008) mengungkapkan bahwa, aksi sosial adalah aksi yang langsung
menyangkut kepentingan sosial dan langsung datangnya dari masyarakat atau suatu
organisasi, seperti aksi menuntut kenaikan upah atau gaji, menuntut perbaikan
gizi dan kesehatan, dan lain-lain. Aksi sosial adalah aksi yang ringan
syarat-syarat yang diperlukannya dibandingkan dengan aksi politik, maka aksi
sosial lebih mudah digerakkan daripada aksi politik. Aksi sosial sangat penting
bagi permulaan dan persiapan aksi politik. Dari aksi sosial, massa/demonstran
bisa dibawa dan ditingkatkan ke aksi politik. Aksi sosial adalah alat untuk
mendidik dan melatih keberanian rakyat. Keberanian itu dapat digunakan untuk:
mengembangkan kekuatan aksi, menguji barisan aksi, mengukur kekuatan aksi dan
kekuatan lawan serta untuk meningkatkan menjadi aksi politik. Selanjutnya
Netting, Ketther dan McMurtry (2004) berpendapat bahwa, aksi sosial merupakan
bagian dari pekerjaan sosial yang memiliki komitmen untuk menjadi agen atau
sumber bagi mereka yang berjuang menghadapi beragam masalah untuk memerlukan
berbagai kebutuhan hidup.
Perubahan sosial
dalam masyarakat bukan merupakan sebuah hasil atau produk tetapi merupakan
sebuah proses. Perubahan sosial merupakan sebuah keputusan bersama yang diambil
oleh anggota masyarakat. Konsep dinamika kelompok menjadi sebuah bahasan yang
menarik untuk memahami perubahan sosial. Kurt Lewin dikenal sebagai bapak
manajemen perubahan, karena ia dianggap sebagai orang pertama dalam ilmu sosial
yang secara khusus melakukan studi tentang perubahan secara ilmiah. Konsepnya
dikenal dengan model force-field yang diklasifikasi sebagai model power-based
karena menekankan kekuatan-kekuatan penekanan. Menurutnya, perubahan
terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau
organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving forces)
akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan
dapat terjadi dengan memperkuat driving forces dan melemahkan resistences
to change.
Langkah-langkah yang
dapat diambil untuk mengelola perubahan, yaitu: (1) Unfreezing,
merupakan suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk
berubah, (2) Changing, merupakan langkah tindakan, baik memperkuat driving
forces maupun memperlemah resistences, dan (3) Refreesing, membawa
kembali kelompok kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium).
Pada dasarnya perilaku manusia lebih banyak dapat dipahami dengan melihat
struktur tempat perilaku tersebut terjadi daripada melihat kepribadian individu
yang melakukannya. Sifat struktural seperti sentralisasi, formalisasi dan
stratifikasi jauh lebih erat hubungannya dengan perubahan dibandingkan
kombinasi kepribadian tertentu di dalam organisasi.
Lippit (1958)
mencoba mengembangkan teori yang disampaikan oleh Lewin dan menjabarkannya
dalam tahap-tahap yang harus dilalui dalam perubahan berencana. Terdapat lima
tahap perubahan yang disampaikan olehnya, tiga tahap merupakan ide dasar dari
Lewin. Walaupun menyampaikan lima tahapan Tahap-tahap perubahan adalah sebagai
berikut: (1) tahap inisiasi keinginan untuk berubah, (2) penyusunan perubahan
pola relasi yang ada, (3) melaksanakan perubahan, (4) perumusan dan stabilisasi
perubahan, dan (5) pencapaian kondisi akhir yang dicita-citakan.
Konsep pokok yang
disampaikan oleh Lippit diturunkan dari Lewin tentang perubahan sosial dalam
mekanisme interaksional. Perubahan terjadi karena munculnya
tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan
bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan
penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan
memperkuat driving forces dan melemahkan resistences to change.
Peran agen perubahan menjadi sangat penting dalam memberikan kekuatan driving
force.
Atkinson (1987) dan
Brooten (1978), menyatakan definisi perubahan merupakan kegiatan atau proses
yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya dan
merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau
institusi. Ada empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan,
sikap, perilaku, individual, dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah
dianalisa, tentang kekuatannya, maka pemahaman tentang tingkat-tingkat
perubahan dan siklus perubahan akan dapat berguna.
Etzioni (1973)
mengungkapkan bahwa, perkembangan masyarakat seringkali dianalogikan seperti
halnya proses evolusi. suatu proses perubahan yang berlangsung sangat lambat.
Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang
memang telah berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan
sosial sebagai suatu bentuk “evolusi” antara lain Herbert Spencer dan August
Comte. Keduanya memiliki pandangan tentang perubahan yang terjadi pada suatu
masyarakat dalam bentuk perkembangan yang linear menuju ke arah yang positif.
Perubahan sosial menurut pandangan mereka berjalan lambat namun menuju suatu
bentuk “kesempurnaan” masyarakat.
Menurut Spencer,
suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan terjadi
diferensiasi antar organ-organnya. Kesempurnaan organisme dicirikan oleh
kompleksitas, differensiasi dan integrasi. Perkembangan masyarakat pada
dasarnya berarti pertambahan diferensiasi dan integrasi, pembagian kerja dan
perubahan dari keadaan homogen menjadi heterogen. Spencer berusaha meyakinkan
bahwa masyarakat tanpa diferensiasi pada tahap pra industri secara intern
justru tidak stabil yang disebabkan oleh pertentangan di antara mereka sendiri.
Pada masyarakat industri yang telah terdiferensiasi dengan mantap akan terjadi
suatu stabilitas menuju kehidupan yang damai. Masyarakat industri ditandai
dengan meningkatnya perlindungan atas hak individu, berkurangnya kekuasaan
pemerintah, berakhirnya peperangan antar negara, terhapusnya batas-batas negara
dan terwujudnya masyarakat global.
Seperti halnya
Spencer, pemikiran Comte sangat dipengaruhi oleh pemikiran ilmu alam. Pemikiran
Comte yang dikenal dengan aliran positivisme, memandang bahwa masyarakat harus
menjalani berbagai tahap evolusi yang pada masing-masing tahap tersebut
dihubungkan dengan pola pemikiran tertentu. Selanjutnya Comte menjelaskan bahwa
setiap kemunculan tahap baru akan diawali dengan pertentangan antara pemikiran
tradisional dan pemikiran yang berdifat progresif. Sebagaimana Spencer yang
menggunakan analogi perkembangan mahkluk hidup, Comte menyatakan bahwa dengan
adanya pembagian kerja, masyarakat akan menjadi semakin kompleks, terdeferiansi
dan terspesialisasi.
Membahas tentang
perubahan sosial, Comte membaginya dalam dua konsep yaitu social statics
(bangunan struktural) dan social dynamics (dinamika struktural).
Bangunan struktural merupakan struktur yang berlaku pada suatu masa tertentu.
Bahasan utamanya mengenai struktur sosial yang ada di masyarakat yang melandasi
dan menunjang kestabilan masyarakat. Sedangkan dinamika struktural merupakan
hal-hal yang berubah dari satu waktu ke waktu yang lain. Perubahan pada
bangunan struktural maupun dinamika struktural merupakan bagian yang saling
terkait dan tidak dapat dipisahkan.
Kornblum (1988),
berusaha memberikan suatu pengertian tentang perubahan sosial. Ruang lingkup
perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun
immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan
material terhadap unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai
perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Definisi lain dari
perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga
kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya.
Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan
kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya
(Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam
unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya
perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan.
Moore (2000),
perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam
kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan,
teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak
mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan
lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di
lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan
(Soekanto, 1990). Aksi sosial dapat berpengaruh terhadap perubahan sosial
masyarakat, karena perubahan sosial merupakan bentuk intervensi sosial yang
memberi pengaruh kepada klien atau sistem klien yang tidak terlepas dari upaya
melakukan perubahan berencana. Pemberian pengaruh sebagai bentuk intervensi
berupaya menciptakan suatu kondisi atau perkembangan yang ditujukan kepada
seorang klien atau sistem agar termotivasi untuk bersedia berpartisipasi dalam
usaha perubahan sosial.
Akhirnya dikutip
definisi Selo Soemardjan yang akan dijadikan pegangan dalam pembicaraan
selanjutnya. “Perubahan –perubahan sosial adalah segala perubahan pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang Soerjono
Soekanto, Sosiologi Suatu Penantar, (Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas
Indonesia, 1974), hal. 217 mempengaruhi sistem sosialnya, termasuka didalamnya
nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola per-kelakukan diantara kelompok-kelompok
dalam masyarakat”. Definisi ini menekankan perubahan lembaga sosial, yang
selanjutnya mempengaruhi segi-segi lain struktur masyarakat. Lembaga social
ialah unsur yang mengatur pergaulan hidup untuk mencapai tata tertib melalui
norma.
Definisi lain dari
perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga
kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya.
Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan
kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya
(Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam
unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya
perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan. Sorokin
(1957), berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan suatu kecenderungan
yang tertentu dan tetap dalam perubahan sosial tidak akan berhasil baik.
Perubahan sosial
merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup
semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan
lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial
masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan
perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis
perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
II. Tipe-Tipe
Perubahan
Dalam pandangan awan
setiap perubahan yang terjadi pada masyarakat disebut dengan perubahan sosial.
Apakah perubahan itu mengenai pakaian, alat transportasi, pertambahan penduduk,
ataupun tingkah laku anak muda.
Pada beberapa pemikir terdapat tiga tipe perubahan yaitu: perubahan peradaban, perubahan, budaya dan perubahan sosial.
Pada beberapa pemikir terdapat tiga tipe perubahan yaitu: perubahan peradaban, perubahan, budaya dan perubahan sosial.
A. Perubahan
peradaban
Perubahan adalah
keniscayaan, dan perubahan ke arah yang lebih baik tentunya merupakan hasrat
dari setiap individu maupun organisasi. Keharusan sejarah, kita semua
terus menerus berhadapan dengan sejarah perkembangan peradaban bangsa yang
bergerak ke depan dan tak pernah balik. V. Gordon Childe seorang arkeolog,
mendefinisikan peradaban sebagai suatu transformasi elemen-elemen budaya
manusia, yang berarti transformasi dalam penguasaan tulis-menulis, metalurgi,
bangunan arsitektur monumental, perdagangan jarak jauh, standar pengukuran
panjang dan berat, ilmu hitung, alat angkut, cabang-cabang seni dan para
senimannya, surplus produksi, system pertukaran atau barter dan penggunaan
bajak atau alat bercocok tanam lainnya.
Bila kita amati
secara lebih mendasar lagi, tingkat peradaban manusia terekspresikan dalam tiga
indikator utama yaitu bahasa, budaya (segala bentuk dan ragam seni, ilmu
pengetahuan dan teknologi) dan agama. Selanjutnya, ketiganya menjadi ciri suatu
ras atau bangsa tertentu, beserta suku-sukunya dalam perwilayahan geografisnya
masing-masing. Akan tetapi dalam memaknai perubahan peradaban kita harus
berpedoman bahwa tidak semua yang kontemporer itu baik dan sebaliknya tidak semua
yang lama itu usang dan tidak relevan dengan kehidupan saat ini. Dalam kacamata
budaya, bangsa yang besar belajar untuk mengganti apa yang buruk dari
budayanya, dan menjaga hal yang baik dari budayanya.
Perubahan peradaban
yang dimaksud pada alinea sebelumnya, prosesnya harus didesain dengan
kesadaran, kesengajaan, kebersamaan, dan komitmen, yang didasarkan atas
nilai-nilai kehidupan yang benar. Selanjutnya melalui pendidikanlah, kita dapat
berharap wujudnya yaitu dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kehidupan yang
cerdas inilah yang patut menjadi dasar sebuah peradaban yang kokoh dan sehat.
Pendidikan adalah syarat mutlak berkembangya peradaban. Tanpa pendidikan yang
memadai, tidak aka nada SDM yang mampu membawa perubahan peradaban ke arah yang
lebih baik.
Melalui fungsi
pendidikan dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka akan
lahirlah generasi yang mampu melaksanakan prinsip how to change the world
(bagaimana mengubah dunia) bukan hanya how to see the world (bagaimana melihat
dunia). Dan juga, how to lead the change (bagaimana memimpin perubahan), dan
bukan hanya how to follow the change (bagaimana ikut dalam perubahan). Oleh
karena itu, output pendidikan harus diarahkan menjadi agen perubahan (agent of
change). Di sinilah peran pendidikan, di dalam rangka merekat keutuhan dan
kesatuan bangsa, menjadi amat sangat menentukan.
Perubahan peradaban
biasanya dikaitkan dengan perubahn-perubahan elemen atau aspek yang lebih
bersifat fisik, seperti transportasi, persenjataan, jenis-jenis bibit unggul
yang ditemukan, dan sebagainya. Perubahan budaya berhubungan dengan perubahan
yang bersifat rohani seperti keyakinan, nilai, pengetahuan, ritual, apresiasi
seni, dan sebagainya. Sedangkan perubahan sosial terbatas pada aspek-aspek
hubuingan sosial dan keseimbangannya. Meskipun begitu perlu disadari bahwa
sesuatu perubahan di masyarakat selamanya memiliki mata rantai diantaranya
elemen yang satu dan eleman yang lain dipengaruhi oleh elemen yang lainnya.
B Perubahan
kebudayaan
Pengertian perubahan kebudayaan adalah suatu
keadaan dalam masyarakat yang terjadi karena ketidak sesuaian diantara
unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak
serasi fungsinya bagi kehidupan.
Contoh : Masuknya mekanisme pertanian
mengakibatkan hilangnya beberapa jenis teknik pertanian tradisional seperti
teknik menumbuk padi dilesung diganti oleh teknik “Huller” di pabrik
penggilingan padi. Peranan buruh tani sebagai penumbuk padi jadi kehilangan
pekerjaan. Semua terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya
yang tidak berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan didalam
masyarakat. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian,
ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga
aturan-aturan organisasi social. Perubahan kebudayaan akan berjalan
terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada faktor-faktor
yang mendorong dan menghambat perubahan kebudayaan yaitu:
a. Mendorong
perubahan kebudayaan
Ø Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi mudah berubah,
terutama unsur-unsur teknologi dan ekonomi ( kebudayaan material).
Ø Adanya individu-individu yang mudah menerima unsure-unsur perubahan
kebudayaan, terutama generasi muda.
Ø Adanya faktor adaptasi dengan lingkungan alam yang mudah berubah.
b. Menghambat
perubahan kebudayaan
Ø Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi sukar
berubah
Ø seperti :adat istiadat dan keyakinan agama ( kebudayaan non material)
Ø Adanya individu-individu yang sukar menerima unsur-unsur perubahan
terutama generasi tua yang kolot.
Ø Ada juga faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan
kebudayaan :
1. Faktor intern
- Perubahan Demografis
Perubahan demografis disuatu daerah
biasanya cenderung terus bertambah, akan mengakibatkan terjadinya perubahan
diberbagai sektor kehidupan, c/o: bidang perekonomian, pertambahan penduduk
akan mempengaruhi persedian kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
- Konflik sosial : Konflik social dapat mempengaruhi terjadinya perubahan kebudayaan dalam suatu masyarakat. c/o: konflik kepentingan antara kaum pendatang dengan penduduk setempat didaerah transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah mengikutsertakan penduduk setempat dalam program pembangunan bersama-sama para transmigran.
- Bencana alam : Bencana alam yang menimpa masyarakat dapat mempngaruhi perubahan c/o; bencana banjir, longsor, letusan gunung berapi masyarkat akan dievakuasi dan dipindahkan ketempat yang baru, disanalah mereka harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga terjadi proses asimilasi maupun akulturasi.
- Perubahan lingkungan alam : Perubahan lingkungan ada beberapa faktor misalnya pendangkalan muara sungai yang membentuk delta, rusaknya hutan karena erosi atau perubahan iklim sehingga membentuk tegalan. Perubahan demikian dapat mengubah kebudayaan hal ini disebabkan karena kebudayaan mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan setempat.
2. Faktor ekstern
- Perdagangan : Indonesia terletak pada jalur perdagangan Asia Timur denga India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat. Itulah sebabnya Indonesia sebagai persinggahan pedagang-pedagang besar selain berdagang mereka juga memperkenalkan budaya mereka pada masyarakat setempat sehingga terjadilah perubahan budaya dengan percampuran budaya yang ada.
- Penyebaran agama : Masuknya unsur-unsur agama Hindhu dari India atau budaya Arab bersamaan proses penyebaran agama Hindhu dan Islam ke Indonesia demikian pula masuknya unsur-unsur budaya barat melalui proses penyebaran agama Kristen dan kolonialisme.
- Peperangan : Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia umumnya menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk peperangan, dalam suasana tersebut ikut masuk pula unsure-unsur budaya bangsa asing ke Indonesia.
C. Perubahan
Sosial
Sedangkan perubahan
sosial terbatas pada aspek-aspek hubuingan sosial dan keseimbangannya. Meskipun
begitu perlu disadari bahwa sesuatu perubahan di masyarakat selamanya memiliki
mata rantai diantaranya elemen yang satu dan eleman yang lain dipengaruhi oleh
elemen yang lainnya. Perubahan sosial dapat dilihat dari empat teori, yaitu
teori kemunculan diktator dan demokrasi, teori perilaku kolektif, teori
inkonsistensi status dan analisis organisasi sebagai subsistem sosial.
Perspektif
|
Penjelasan
Tentang Perubahan
|
Barrington Moore, teori kemunculan
diktator dan demokrasi
|
Teori ini didasarkan pada pengamatan
panjang tentang sejarah pada beberapa negara yang telah mengalami
transformasi dari basis ekonomi agraria menuju basis ekonomi industri.
|
Teori perilaku kolektif
|
Teori dilandasi pemikiran Moore
namun lebih menekankan pada proses perubahan daripada sumber perubahan
sosial.
|
Teori inkonsistensi status
|
Teori ini merupakan representasi
dari teori psikologi sosial. Pada teori ini, individu dipandang sebagai suatu
bentuk ketidakkonsistenan antara status individu dan grop dengan aktivitas
atau sikap yang didasarkan pada perubahan.
|
Analisis organisasi sebagai subsistem sosial
|
Alasan kemunculan teori ini adalah
anggapan bahwa organisasi terutama birokrasi dan organisasi tingkat lanjut
yang kompleks dipandang sebagai hasil transformasi sosial yang muncul pada
masyarakat modern. Pada sisi lain, organisasi meningkatkan hambatan antara
sistem sosial dan sistem interaksi.
|
Teori Barrington Moore
Teori yang
disampaikan oleh Barrington Moore berusaha menjelaskan pentingnya faktor
struktural dibalik sejarah perubahan yang terjadi pada negara-negara maju.
Negara-negara maju yang dianalisis oleh Moore adalah negara yang telah
berhasil melakukan transformasi dari negara berbasis pertanian menuju negara
industri modern. Secara garis besar proses transformasi pada negara-negara maju
ini melalui tiga pola, yaitu demokrasi, fasisme dan komunisme.
Demokrasi merupakan
suatu bentuk tatanan politik yang dihasilkan oleh revolusi oleh kaum borjuis.
Pembangunan ekonomi pada negara dengan tatanan politik demokrasi hanya
dilakukan oleh kaum borjuis yang terdiri dari kelas atas dan kaum tuan tanah.
Masyarakat petani atau kelas bawah hanya dipandang sebagai kelompok pendukung
saja, bahkan seringkali kelompok bawah ini menjadi korban dari pembangunan
ekonomi yang dilakukan oleh negara tersebut. Terdapat pula gejala penhancuran
kelompok masyarakat bawah melalui revolusi atau perang sipil. Negara yang
mengambil jalan demokrasi dalam proses transformasinya adalah Inggris, Perancis
dan Amerika Serikat.
Berbeda halnya
demokrasi, fasisme dapat berjalan melalui revolusi konserfatif yang dilakukan
oleh elit konservatif dan kelas menengah. Koalisi antara kedua kelas ini yang
memimpin masyarakat kelas bawah baik di perkotaan maupun perdesaan. Negara yang
memilih jalan fasisme menganggap demokrasi atau revolusi oleh kelompok
borjuis sebagai gerakan yang rapuh dan mudah dikalahkan. Jepang dan Jerman
merupakan contoh dari negara yang mengambil jalan fasisme.
Komunisme lahir
melalui revolusi kaun proletar sebagai akibat ketidakpuasan atas usaha
eksploitatif yang dilakukan oleh kaum feodal dan borjuis. Perjuangan kelas yang
digambarkan oleh Marx merupakan suatu bentuk perkembangan yang akan berakhir
pada kemenangan kelas proletar yang selanjutnya akan mwujudkan masyarakat tanpa
kelas. Perkembangan masyarakat oleh Marx digambarkan sebagai bentuk linear yang
mengacu kepada hubungan moda produksi. Berawal dari bentuk masyarakat primitif
(primitive communism) kemudian berakhir pada masyarakat modern tanpa
kelas (scientific communism). Tahap yang harus dilewati antara lain,
tahap masyarakat feodal dan tahap masyarakat borjuis. Marx menggambarkan bahwa
dunia masih pada tahap masyarakat borjuis sehingga untuk mencapai tahap
“kesempurnaan” perkembangan perlu dilakukan revolusi oleh kaum proletar.
Revolusi ini akan mampu merebut semua faktor produksi dan pada akhirnya mampu
menumbangkan kaum borjuis sehingga akan terwujud masyarakat tanpa kelas. Negara
yang menggunakan komunisme dalam proses transformasinya adalah Cina dan
Rusia.
Teori Perilaku
Kolektif
Teori perilaku
kolektif mencoba menjelaskan tentang kemunculan aksi sosial. Aksi sosial
merupakan sebuah gejala aksi bersama yang ditujukan untuk merubah norma dan
nilai dalam jangka waktu yang panjang. Pada sistem sosial seringkali dijumpai
ketegangan baik dari dalam sistem atau luar sistem. Ketegangan ini dapat
berwujud konflik status sebagai hasil dari diferensiasi struktur sosial yang
ada. Teori ini melihat ketegangan sebagai variabel antara yang menghubungkan
antara hubungan antar individu seperti peran dan struktur organisasi dengan
perubahan sosial.
Perubahan pola
hubungan antar individu menyebabkan adanya ketegangan sosial yang dapat berupa
kompetisi atau konflik bahkan konflik terbuka atau kekerasan. Kompetisi atau
konflik inilah yang mengakibatkan adanya perubahan melalui aksi sosial bersama
untuk merubah norma dan nilai.
Teori Inkonsistensi
Status
Stratifikasi sosial
pada masyarakat pra-industrial belum terlalu terlihat dengan jelas dibandingkan
pada masyarakat modern. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya derajat
perbedaan yang timbul oleh adanya pembagian kerja dan kompleksitas organisasi.
Status sosial masih terbatas pada bentuk ascribed status, yaitu suatu
bentuk status yang diperoleh sejak dia lahir. Mobilitas sosial sangat terbatas
dan cenderung tidak ada. Krisis status mulai muncul seiring perubahan moda
produksi agraris menuju moda produksi kapitalis yang ditandai dengan pembagian
kerja dan kemunculan organisasi kompleks.
Perubahan moda
produksi menimbulkan maslaah yang pelik berupa kemunculan status-status sosial
yang baru dengan segala keterbukaan dalam stratifikasinya. Pembangunan ekonomi
seiring perkembangan kapitalis membuat adanya pembagian status berdasarkan
pendidikan, pendapatan, pekerjaan dan lain sebagainya. Hal inilah yang menimbulkan
inkonsistensi status pada individu.
Dalam era
perdagangan bebas dunia abad 21 terjadi iklim kompetisi yang tinggi di segala
bidang yang menuntut perusahaan untuk berkerja dengan lebih efektif dan
efesien. Tingkat kompetisi yang tinggi menuntut pula suatu organisasi
mengoptimalkan sumber daya manusia yang dimilikinya , hal ini disebabkan oleh
pengaruh yang kuat dari sumber daya manusia terhadap efektivitas dan efisiensi
organisasi sebagai sumber daya manusia merupakan kunci keberasilan organisasi.
Pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan mendorong organisasi ke arah
pencapaian tujuan. Berbagai masalah yang berhubungan dengan pengelolahan sumber
daya manusia dalam organisasi antara lain sebagai berikut :
- Memperkerjakan karyawan yang tidak sesuai dengan tuntutan perkerjaan.
- Mengalami perputaran karyawan ( labor turnover ) yang tinggi.
- Karyawan tidak berkerja kontribusi yg terbaik / kurang termotivasi.
- Diskriminasi karyawan
- Kondisi lingkungan kerja yang tidak aman / melanggar undang-undang keselamatan kerja.
- Ketidakadilan dalam pemberian gaji, promosi, dan praktik tenaga kerja.
- Kurangnya pelatihan dan pengembangan karyawan.
Oleh karena itu ,
manajemen sumber daya manusia memiliki arti penting sebagai salah satu fungsi
manajemen selain fungsi manajemen pemasaran, keuangan, dan produksi, di mana
manajemen sumber daya manusia meliputi usaha-usaha/ aktifitas-aktifitas suatu
organisasi dalam mengelolah sumber daya manusia yang dimilikinya secara umum
dimulai dari proses pengadaan karyawan, penempatan, pengelolahan, pemeliharaan,
pemutusan hubungan kerja, hingga hubungan industrial. untuk mencapai tujuan
tersebut , maka studi tentang manajemen sumber daya manusia akan menunjukan
bagaimana seharusnya suatu organisasi memperoleh, menggunakan, mengembangkan,
mengevaluasi, dan memelihara karyawannya dalam kuantitas dan kualitas yang
tepat.
Pengertian MSDM Para ahli manajemen sumber daya
manusia memberikan berbagai macam definisi mengenai pengertian manajemen sumber
daya manusia, manajemen personalia dan adminisrtrasi personalia, yaitu sebagai
berikut :
- “Human resource management encompasses those activities designed in to provide for and coordinate the human resources of organization.“ ( Lyoyd L. Byars & Leslie Rue, 2000: 3 )
- “Personal / human resources management is the set of activities in all organizations intended to influence the effectiveness of human resources and organizations.“ (WilliamF.Glueck,1982:11)
- “Human resources management is clearly toward to the adoption of human resources approach, through with organizations benefit in two significant ways : an increase in organizational effectiveness and the satisfaction of each enployee’s needs. The human resources approach is relatively new management of people.“( Michael R.Carrel, Norbert F. Elbert, & Robert D. Hatfield,1995:8 ).
Manajemen SDM
didefinisikan sebagai suatu strategi dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen
yaitu : planning, organizing, leading, & controlling, dalam setiap
aktivitas / fungsi operasional SDM mulai dari proses penarikan, seleksi,
pelatihan, dan pengembangan, penepatan yang meliputi promosi, demosi, &
transfer, penilaian kinerja,pemberian kompensasi, hubungan industrial, hingga
pemutusan hubungan kerja, yang ditujukan bagi peningakatan kontribusi produktif
dari SDM organisasi terhadap pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan
efesiien.
Perbedaan manajemen
SDM, manajemen Personalia dan Administrasi Personalia. Terdapat pebedaan yang mendasar anatara manajemen SDM (human resource
management) denagan manajemen personalia /kepegawaian (personnel management).
Perbedaan tersebut menggambarkan adanya peranan yang penting yang dimainkan
oleh SDM dalam suatu organisasi yang menuntut pengolahan SDM yang semakin
efektif sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan professionalisme dalam
bidang Manajem Personalia dan Manajemen SDM.
- Manajemen SDM sebagai suatu strategi untukn mengelola orang-orang dalam suatu organisasi guna mencapai tujuan bisnis serta mekanisme pengintergrasian dalam strategi organisasi.
- Manajemen Personalia lebih menekankan pada manajemen system dan prosedur personalia
- Administrasi personalia lebih menekankan pada implementasi sistim dan prosedur personalia dalam organisasi.
Perubahan perhatian dalam perkembangan Manajemen Sumber Daya Manusia
Cara organisasi / perusahaan dalam mengelola sumber daya manusiantelah berubah secara dramatis sepanjang abad 20. Pada awal abad ke 20, Frederick W. Taylor membantu praktik manajemen. Dilatih sebagai seorang insinyur, Taylor menekankan pentingnya mengembangkan skema analitas untuk memilih,melatih,menilai,dan memberikan penghargaan kepada karyawan produksi untuk tujuan motivasi mereka, mengendalikan prilaku mereka, serta memperbaiki produkvitas. Selama 25 tahun kedua,focus perhatian berubah menjadi pengakuan terhadap pentingnya pengaruh kelompok kerja terhadap karyawan. Elton Mayo dari penelitiannya pada pabrik Hawthorne berkonsentrasi pada perbaikan kinerja individual dengan melakukan percobaan mengubah komposisi kelompok dan skema insentif, selain kondisi lingkunganya seperti penagturan fisik dan pencahayaan. Pengetahuan kelompok terhadap induvidu meningkat selama kurun waktu 1930-1940-an. perkembangan selama tahun 1950-1960-an, praktik yang berkembang ke sektor swasta. selama tahun 1970, istilah manajemen SDM muncul menggantikan istilah manajemen personalia.istilah baru ini mencerminkan sudut baru yang lebih luas yang memasukan isu seperti kesehatan dan keselamatan lebih jauh lagi, manajemen SDM telah diakui sebagai sumber keunggulan kompotitif.
Cara organisasi / perusahaan dalam mengelola sumber daya manusiantelah berubah secara dramatis sepanjang abad 20. Pada awal abad ke 20, Frederick W. Taylor membantu praktik manajemen. Dilatih sebagai seorang insinyur, Taylor menekankan pentingnya mengembangkan skema analitas untuk memilih,melatih,menilai,dan memberikan penghargaan kepada karyawan produksi untuk tujuan motivasi mereka, mengendalikan prilaku mereka, serta memperbaiki produkvitas. Selama 25 tahun kedua,focus perhatian berubah menjadi pengakuan terhadap pentingnya pengaruh kelompok kerja terhadap karyawan. Elton Mayo dari penelitiannya pada pabrik Hawthorne berkonsentrasi pada perbaikan kinerja individual dengan melakukan percobaan mengubah komposisi kelompok dan skema insentif, selain kondisi lingkunganya seperti penagturan fisik dan pencahayaan. Pengetahuan kelompok terhadap induvidu meningkat selama kurun waktu 1930-1940-an. perkembangan selama tahun 1950-1960-an, praktik yang berkembang ke sektor swasta. selama tahun 1970, istilah manajemen SDM muncul menggantikan istilah manajemen personalia.istilah baru ini mencerminkan sudut baru yang lebih luas yang memasukan isu seperti kesehatan dan keselamatan lebih jauh lagi, manajemen SDM telah diakui sebagai sumber keunggulan kompotitif.
Maksud dan tujuan manajemen SDM Meningkatkan
kontibusi yang produktif dari karyawan kepada organisasi melalui tanggung jawab
srategis, etis, dan social. Maksud ini menuntun proses pembelajaran dan praktik
manajemen SDM dalam organisasi serta menggambarkan usaha-usaha yg berhubungan
dengan SDM dari manajer pelaksana dan menunjukan bagaimana profesionalisme
karyawan mendukung usaha tersebut.
Departemen SDM pada intinya berada dalam suatu organisasi untuk mendukung para manajer dan karyawan dalam melaksanakan strategi-strategi organisasi. Departemen SDM menyediakan 3 bentuk bantuan kepada manajer pelaksana ( operating manajer ) yaitu berupa perlayanan khusus ( specific services), saran / nasihat (advice) dan koordinasi (coordination)
Tujuan manajemen SDM
Departemen SDM pada intinya berada dalam suatu organisasi untuk mendukung para manajer dan karyawan dalam melaksanakan strategi-strategi organisasi. Departemen SDM menyediakan 3 bentuk bantuan kepada manajer pelaksana ( operating manajer ) yaitu berupa perlayanan khusus ( specific services), saran / nasihat (advice) dan koordinasi (coordination)
Tujuan manajemen SDM
- Tujuan organisasional : ditujukan untuk dapat mengenali keberadaan manajemen SDM dalam memberikan kontribusi pada pencapaian efektivitas organisasi.
- Tujuan fungsional : untuk mempertahankan kontribusi departemen pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
- Tujuan social : untuk secara etis dan social merespon terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat melalui tindakan meminimasi dampak negative terhadap organisasi.
- Tujuan personal : untuk membantu karyawan dalam pencapaian tujuannya, minimal tujuan-tujuan dapat mempertinggi kontribusi individual terhadap organisasi.
Pendekatan konsep
manajemen membantu para manajer dan para ahli manajemen
mempertahankan fungsi SDM dengan segala aktivitasnya, pendekatan tersebut
meliputi :
1). Pendekatan SRATEGIS Manajemen SDM
harus memberikan kontribusi kepada keberasilan strategi organisasi. Jika
aktifitas para manajer dan departemen SDM tidak mendukung pada pencapaian
tujuan strategis organisasi, maka sumber daya manusia tidak dimanfaatkan secara
efektif.
2). Pendekatan SDM Manajemen
SDM merupkan manusia. Martabat dan kepentingan hidup manusia
hendaknya tidak diabaikan demi kesejahteraan.hanya melalui perhatian yang
hati-hati terhadap kebutuhan karyawan dapat membuat organisasi tumbuh dan
berkembang kea rah keberhasilan.
3). Pendekatan MANAJEMEN Manajemen SDM
merupakan tanggung jawab manajer.keberadaan departemen SDM adalah melayani para
manajer dan karyawan melalui keahlian yang dimilikinya. Dalam basil analisis
akhir, kinerja dan kehidupan kerja setiap karyawan merupaka tanggung jawab
ganda (dual responsibility) dari setiap peyelia karyawan (supervisor) dan
departemen SDM.
4). Pendekatan SISTIM Merupakan suatu
sub sistim dari sistim yang lebih besar yaitu organisasi , serta di evaluasi
kontribusinya terhadap organisasi.
5). Pendekatan REAKTIF-PROAKTIF Manajemen
reaktif ( reactive human resource management ) terjadi ketika pengambilan
keputusan merespon masalah sumber daya manusia. Serta manajemen proaktif (
proactive human resource management ) terjadi ketika masalah sumber daya manusia
diantisipasi dan dilakukan tindakan perbaikan / korektif sebelum permasalahan
tersebut timbul ke permukaan.
Rangkuman atau
tanggapan : Manajemen SDM memiliki arti penting
bagi keberasilan organisasi , dimana pengolalahan sumber daya manusia tidak hanya
menjadi tanggung jawab departemen SDM tetapi juga seluruh manajer, ahli/
professional SDM dan karyawan dalam bentuk kemitraan. Manajemen SDM
didefisinikan sebgai suatu strategi dalam menerapkan fungsi manajemen yaitu
planing,organizing,leading,&controlling, dalam setiap aktivitas operasional
SDM mulai proses penarikan,seleksi,pelatiahan, dan pengembangan, penempatan yang
meliputi promosi,demosi,&transfer,penilaian kinerja,pemberian
kompensasi,hubungan industrial hingga pemutusan hubungan kerja.yg ditunjukan
bagi kontibusi tujuan organisasi secara efktif & efesien.
KESIMPULAN
Perubahan yang
terjadi pada masyarakat disebut dengan perubahan sosial. Apakah perubahan itu
mengenai pakaian, alat transportasi, pertambahan penduduk, ataupun tingkah laku
anak muda. Pada beberapa pemikir terdapat tiga tipe perubahan yaitu: perubahan
peradaban, perubahan, budaya dan perubahan sosial. Perubahan peradaban biasanya
dikaitkan dengan perubahn-perubahan elemen atau aspek yang lebih bersifat
fisik, seperti transportasi, persenjataan, jenis-jenis bibit unggul yang
ditemukan, dan sebagainya.
Perubahan budaya
berhubungan dengan perubahan yang bersifat rohani seperti keyakinan, nilai,
pengetahuan, ritual, apresiasi seni, dan sebagainya. Sedangkan perubahan sosial
terbatas pada aspek-aspek hubuingan sosial dan keseimbangannya. Meskipun begitu
perlu disadari bahwa sesuatu perubahan di masyarakat selamanya memiliki mata
rantai diantaranya elemen yang satu dan eleman yang lain dipengaruhi oleh
elemen yang lainnya. Berikut adalah teori yang membahas tentang perubahan
sosial Untuk itu, terlebih dahulu perlu dicatat bagaimana tingkat dan sifat
peralihan dari perubahan itu sendiri di masyarakat. Pada masyarakat yang
tergolong bersahaja relatif jarang dan lamban terjadinya perubahan-perubahan.
Pada masyarakat
semacam itu elemen-elemen dasarnya seperti trdisi, ritual dan hirarki sosial
yang berlangsung, biasanya dipegang kuat oleh para warganya secara
bersama-sama. Pergolakan revolusi dan gerakan emansipasi sertapenemuan-penemuan
baru dibidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Perubahan sosial jika dilihat
dari sebabnya menurut WJH spott ada perubahan yang datangnya dsri luar, seperti
visi, pendudukan, kolonialisme dan termasuk juga wabah penyakit.
Disamping itu ada
perubahan yang datangnya dari dalam dan perubahan ini dibagi menjadi dua yaitu
perubahn episode dan perubahan terpola. Perubahan episode adalah perubahan yang
terjadi sewaktu-waktu biasanya disebabkan oleh kerusuhan atau
penemuan-penemuan. Sedangkan perubahn terpola adalah perubahan yang memeng
direncanakan atau diprogramkan sebagaimana yang dilakukan dalam pembangunan.
Dari berbagai macam sebab perubahan sosial, semuanya bias dikembalikan pada
tiga factor utama yaitu: faktor fisik dan biologisw,faktor tekhnologi, dan
faktor budaya.
Posisi pendidikan
dalam perubahan social Sesuai dengan pernyataan Eisenstadt, institusionalisasi
merupakan proses penting untuk membantu berlangsungnya transformasi
potensi-potensi umum perubahan sehingga menjadi kenyataan sejarah. Dan
pendidikanlah yang menjadi salah satu institusi yang terlibat dalam proses
tersebut. Pendidikan adalah suatu institusi pengkonservasian yang berupaya
menjembatani dan memelihara warisan-warisan budaya masyarakat. Disamping itu
pendidikan berfungsi untuk mengurangi kepincangan yang terjadi dalam
masyarakat. Pendidikan harus dipandang sebagai institusi penyiapan anak didik
untuk mengenali hidup dan kehidupan itu sendiri, jadi bukan untuk belajar
tentang keilmuan dan keterampilan karenanya yang terpenting bukanlah mengembangkan
aspek intelektual tetapi lebih pada pengembangna wawasan, minat dan pemahaman
terhadap lingkungan social budayanya.
DAFTAR PUSTAKA
———-. Perubahan Sosial dan Perubahan
Kebudayaan. http:// www.g-excess.com/id/pages/perubahan%11sosial.html [5 September 2009]
———-. SOSIOLOGI
KOMUNIKASI. http:// agussetiaman.wordpress.com/2008/11/25/perubahan-sosial/ [5 September 2009]
———-. Makalah
Perubahan Sosial. http://syair79.wordpress.com/2009/04/17/makalah-perubahan-sosial/ [5 September 2009]
Alpizar. 2008. Islam dan Perubahan
Sosial. http:// www.uinsuska.info/ushuluddin/attachments/074_ISLAM%20DAN%20PERUBAHAN%20SOSIAL.pdf [8 September 2009]
Assa’di Husain. 2009. Islam dan
Perubahan Sosial. http:// abstrakkonkrit.wordpress.com/2009/05/01/islam-dan-perubahan-sosial/ [5 September 2009]
Dankfsugiana. 2008. KONSEP DASAR KOMUNIKASI SOSIAL DAN PEMBANGUNAN.http://dankfsugiana.wordpress.com/2008/04/22/konsep-dasar-komunikasi-sosial-dan-pembangunan/ [5 September 2009]
Soekanto, S. 1982. Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta: Grafindo.
Hendropuspito. 1989. Sosiologi
Sistematik. Yogyakarta: Kanisius
Posting Komentar