2016




NONFORMAL EDUCATION DEPARTMENT
BRIEF HISTORY
            Non-Formal Education Department/Major of Faculty of Teacher Training and Education of Sultan Ageng Tirtayasa University is a state institution of higher education located in Serang City, Jl. Raya Jakarta KM 4 Pakupatan Serang Banten. Non-Formal Education Major was established on 19 August 1992 with status registered according to SK No. 377/DIKTI/Kep/1992 signed by Sukadji Ranuwihardjo in Jakarta and lastly in 2006, this Non-Formal Education Major is accredited C with SK Dikti No. 057/SK/BAN-PT/Ak-XVI/S/VII/2013 valid from 7 July 2013, with period of license extension of Non-Formal Education Major valid until 21 September 2015.

VISION OF NON-FORMAL EDUCATION DEPARTMENT
In 2025: “to make Non-Formal Education Department able to produce graduates for formal, non-formal, and informal teachers and educators with excellent quality and characters”.

MISSIONS OF NON-FORMAL EDUCATION DEPARTMENT
The missions of Non-Formal Education Department are performed gradually by various educational process activities until 2025, they are: 1) Performing complete, relevant, and quality services of educational process activities (learning, guidance, and/or training) using various approaches, strategies, methods, and multimedia; 2) Providing professional teachers (lecturers) and educators in accordance with curriculum demand and respective workload; 3) Conducting research activities and community services as well as appropriate educational and social programs and practices and supporting academic knowledge and insight of students/graduates of Non-Formal Education Department; 4) Performing educational process activities based on Non-Formal Education philosophy namely as complement, adder, substitute, and developer; 5) Producing innovative educational products for purpose of curriculum development and learning activities in Non-Formal Education.

GOALS OF NON-FORMAL EDUCATION DEPARTMENT
While the goals of Non-Formal Education Department until 2025 gradually by educational process activities are the following:
a.      Producing graduates with excellent quality and characters in field of formal, non-formal, and informal education.
b.      Producing quality graduates as teachers and educators in formal, non-formal, and informal education units that have local, national, and global value conception.
c.      Producing graduates that are capable to explore and use various information technologies by utilizing and using technology advancement relevant to non-formal education development.
d.      Producing graduates that have entrepreneurship soul supported by competences that are capable to compete in various areas.




Baik dan buruknya bangsa saat ini, akan diwariskan kepada generasi selanjutnya. Sedangkan persoalan dalam sepanjang sejarah ummat manusia akan selalu ada. Bahkan, pertumbuhan masalah seringkali jauh lebih pesat dibandingkan dengan kecepatan penyelesaian masalah. Ketidak mampuan dalam menyelesaikan masalah, menyebabkan krisis multi dimensi. Krisis multi dimensi politik, ekonomi, sumber daya, sosial, budaya, moral, kepercayaan, kejujuran, kepemimpinan dan sumberdaya manusia.

SDM yang memiliki karakter kuat (strong positive character) akan mampu menyelesiakan berbagai problem yang dihadapi. Kita membutuhkan SDM yang memiliki karakter yang mencerminkan akhlak mulia. Menurut Adhyaksa Dault (2003), bahwa yang dibutuhkan bangsa ini sekarang adalah blue print (cetak biru) ke depan mau kenama? Blue Print bangsa ini tidak bias lepas dari akhlakul karimah.



Karakter yang tersurat dalam lagu “Bangkitlah Pemudi Pemuda”, yaitu: jujur, ikhlas, kerja keras, hati teguh dan lurus, pikir tetap jernih dan bertingkah laku halus. Jika kebanyakan pemuda Indonesia memiliki karakter tersebut, maka terbentuklah budaya bangsa yang mulai, itulah tanda perubahan zaman.

Semua perusahaan mempunyai budaya, beberapa perusahaan mempunyai disiplin tetapi hanya sedikit perusahaan yang mempunyai budaya disiplin. Kalau anda mempunyai orang yang disiplin, anda tidak memerlukan hirarki. Kalau anda mempunyai pikiran yang disiplin, anda tidak memerlukan birokrasi. Kalau anda mempunyai tindakan yang disiplin, anda tidak memerlukan tindakan yang berlebihan. Kalau anda menggabungkan budaya disiplin dengan etika kewiraniagaan, anda mendapatkan ramuan ajaib dari kinerja yang hebat.  Secara sederhana disiplin dapat diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan baik lisan maupun tulisan. Penelitian menunjukkan, pada beberapa orang cenderung memiliki pusat pengendalian di dalam diri. Pada disiplin diri, pusat pengendalian berada di dalam diri, tetapi pada disiplin yang dipaksakan, maka pusat pengendali berada di luar diri".(Jim Collins, 2004: Good to Great).

        TINDAKAN yang DISIPLIN akan menghasilkan KEBIASAN (habit), kebiasaan yang melekat pada seseorang akan membentuk KARAKTER. Tindakan yang konsisten membutuhkan NILAI (VALUE), PRINSIP dan KEYAKINAN. Nilai adalah Kebenaran yang diyakini seseorang. Nilai yang disepakati bersama dalam kelompok atau organisasi disebut dengan NORMA. Norma yang dilakukan secara bersama-sama dalam organisasi disebut dengan BUDAYA PERUSAHAAN. Sukses dunia dan akhirat membutuhkan karakter dan budaya (B.S. Wibowo, 2006).

Menurut penelitian dari Pusat Keberbakatan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (2008), bahwa kepemimpinan pemuda memiliki 7 domain, yaitu: Komunikasi, Bagaimana membina hubungan dengan orang lain, Memahami diri sendiri , Bekerja dalam kelompok, Kemampuan manajemen , Learning skills , dan  Kemampuan membuat keputusan.

Pembentukan karakter dapat dilakukan mulai proses penyadaran, pelatihan dan pembinaan yang berkelanjutan. Dengan perubahan pengetahuan, diharapkan tumbuhnya kesadaran dan tindakan nyata. Dengan tindakan yang menjadi kebiasaan, maka akan membentuk karakter, sebagai modal pembangunan bangsa



 

Memahami Makna Kepemimpinan
1.  Kepemimpinan  adalah  kemampuan  seseorang  mengkomunikasikan   dan mempengaruhkan ide-ide dan kehendaknya kepada orang lain, sehingga terbentuknya  sebuah ikatan  sekelompok orang   yang bersedia  bergerak   karena pengaruhnya.
2.  Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang ide, pemikiran dan ajarannya  tetap dikerjakan  dan tetap berpengaruh kepada  orang lain walaupun dia telah meninggal dunia. Keberhasilan ini disebabkan karena  kesalehannya, kualitas pemikirannya, kuatnya pengaruh  pemikirannya dan adanya regenerasi.
3.  Keberadaan pemimpin adalah  menemukan  jati diri yang hilang, mengkukuhkan nilai-nilai bersama, mengembangkan kemampuan, melayani untuk pencapaian tujuan. 
4.  Jiwa kepemimpinan  akan tumbuh    pada diri seseorang, yaitu   ketika adanya  dorongan  untuk mencapai cita-cita  secara sendiri  tidak  mampu  diraihnya.
5.  Kepemimpinan merupakan seni  atau proses  mempengaruhi orang  lain, shingga mereka bersedia  dengan kemampuan sendiri dan  secara antusias  bekerja utuk mencapai tujuan organisasi. (Weirich & Koontz, 1993).
6.  Kepemimpinan  adalah kemampuan untuk mempengaruhi, memotivasi  dan mengarahkan orang lain guna mencapai  tujuan (Hellriegel & Slocum , 1992).
7.  Pemimpin karena  kecakapan pribadinya, dengan atau tanpa  pengangkatan resmi, dapat mempengaruhi kelompok  yang dipimpinnya  untuk mengarahkan upaya bersama  ke arah pencapaian  tujuan kelompoknya (Winardi, 1990).
8.  Pemimpin adalah mereka  yang kehadirannya  diharapkan dan suaranya didengar oleh pengikut.
9.  Pemimpin umumnya lebih tua  dari orang lainnya, karena ia memerlukan seperangkat pengalaman.
10.         Melihat pemimpin menimbulkan  harapan pada sesuatu yang telah hilang, adanya kelezatan.


Istilah Pemimpin
Banyak  istilah bermakna pemimpin, namun esensinya sama.
1.    Manajer; orang menyebut manajer  karena profesinya mengelola (managing). Manajer harus  dapat  mengelola   seluruh  amanah yang diberikan  dan  mempengaruhi  bawahan dengan baik.
2.    Direktur; orang yang mengarahakan  dan mengendalikan (directing) orang.  Direktur  haraus  dapat mengendalikan  orang lain  dengan baik.
3.    Supervesor; orang yang memiliki kemampuan  lebih (super vision).  Dia harus  dapat mendidik orang dan memperbaiki  bawahan dengan santun  dan lembut.  Duty manager, adalah posisi dengan peran supervesor.
4.    Atasan; orang yang posisinya dalam struktur organisasi  di atas. Dia  harus dapat  memberi keteduhan  kepada bawahan.
5.    Pejabat; orang  yang sedang  diberi amanah atau jabatan. Dia harus dapat memenuhi jabatan dengan baik dan tidak korup, agar orang yang  terkena dampak dari proses pekerjaannya  menjadi senang.
6.    Owner; pemilik sebuah usaha atau lembaga. Dia  harus memiliki integritas, tidak plin-plan dan memeras; Agar orang yang bekerja untuknya  betah. 
7.    Guru; orang yang digugu dan ditiru oleh muridnya. Ucapan dan tindakan harus benar, agar berpengaruh  kepada muridnya.
8.    Orangtua. Dia  harus  dapat meberikan keteduhan hati, doa dan semangat hidup agar anaknya hormat dan santun.
9.    Majikan. Dia harus dapat mengayomi dan memberikan hak-hak pekerjanya.
10. Ulama, kiayi, ustadz, tokoh masyarakat. Dia harus mampu membuktikan  nilai-nilai luhur  supaya tetap memiliki sebutannya. 


Mereka harus memiliki jiwa pemimpin,  karena harus  membangun kebersamaan dan menggerakan orang lain.


Prinsip Prinsip Kepemimpinan
         
  1. Seorang pemimpin harus memiliki visi yang kuat, tujuan yang jelas, nilai (Value) yang mudah dipahami oleh para pengikutnya. Visi adalah milik pemimpin sedangkan misi milik organisasi
  2. kepemimpinan adalah sebuah amanah (beban) yang harus dijalankan dengan rasa tanggungjawab dengan berbasiskan nilai-nilai professional. Kepemimpinan bukanlah sebuah kebanggaan dan penghormatan, tetapi amanah yang akan diminta pertanggungjawaban. 
  3. Setiap manusia adalah pemimpin, maka dia harus bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya (Al-Hadits). Manusia memimpin dengan hati nurani, fitrah dan basyiroh
  4. Jika Anda ingin sukses memimpin orang lain maka Anda harus sukses memimpin diri sendiri. Inilah inti kepemimpinan diri dan puncaknya adalah kepemimpinan spritual.
  5. Kepemimpinan adalah sebuah seni mempengaruhi orang lain. Untuk itu seorang pempimpin wajib mempunyai strategi berpikir, berbicara, dan bertindak.
  6. Kekuatan seorang pemimpin adalah sejauh mana pemimpin tersebut mampu mendelegasikan pekerjaan-pekerjaan kepada orang lain. Contoh kisah Nabi Musa yang membagi job pengikutnya ketika memasuki negeri yang dijanjikan Allah.
  7. Pemimpin harus menjadi model, contoh, qudwah, tauladan bagi orang lain, sehingga dia berfungsi seperti magnet yang dapat menarik orang lain ke dalam lingkaran pengaruhnya. Ini lah arti sebuah INTEGRITAS.
  8. Pada masa yang akan datang, Seorang harus menguasai ilmu-ilmu manajeman. Hal ini penting karena manajemen adalah instrumen yang dinamis dalam mengolah manusia.
  9. Keberhasilan pemimpin ketika dia meninggal, pergi jauh, turun dari jabatan, tongkat kepemimpinannya dapat berpindah dengan mulus, adanya KADERISASI. Ajarannya tidak akan pernah mati
  10. Pemimpin harus bekerja dan dituntut bekerja dengan prinsip : KERJA IKHLAS, KERJA MAWAS, KERJA CERDAS, KERJA KERAS, KERJA TUNTAS.

Kepemimpinan yang efektif
Dari hasil studi Bennis dan Nanus (1985) mengidentifikasi empat strategi kepemimpinan yang efektif:
1). Adanya artikulasi visi yang kuat. Pemimpin yang efektif harus memiliki gambaran yang jelas tentang apa yang ingin mereka raih.
2). Kemampuan mengkomunikasikan visi tersebut kepada orang lain, terutama pengikut, dengan kejelasan dan intensitas yang menciptakan suatu ”pembagian makna”.
3). Pemimpin harus terlihat bisa dipercaya dengan memegang teguh komitmennya pada visi, yang memungkinkan pengikut untuk melihat pemimpinya terus memacu ke arah pencapaian visi.
4). Yang paling penting, pemimpin yang efektif harus mampu menggunakan sepenuhnya kapasitas pribadi yang meliputi: intelegensi, energi dan komitmen, karena merasa yakin akan kemampuan mereka sendiri serta optimis tentang kesuksesan usahanya di masa mendatang.

Menurut Westburg (dalam Bass, 1981), menyatakan bahwa setiap studi mengenai kepemimpinan harus memasukkan beberapa hal yang dimiliki oleh individu seperti, perasaan, kecerdasan, dan action traits dan juga memperhatikan kondisi-kondisi spesifik di mana individu berada.
Menurut Case (dalam Bass, 1981) juga mengemukakan bahwa kepemimpinan dihasilkan dari perpaduan antara tiga faktor, yaitu faktor kepribadian dari pemimpin, karakteristik dari kelompok yang dipimpin, dan situasi dalam kelompok (perubahan atau masalah yang terjadi dalam kelompok).
Menurut Brown (dalam Bass, 1981) mengusulkan 5 hukum dinamis dari kepemimpinan. Menurutnya seorang pemimpin harus memiliki (1) karakteristik yang sama dengan kelompok yang ia pimpin, (2) potensi yang besar dalam area sosial, (3) mampu beradaptasi dalam lingkungan yang sudah terbentuk, (4) memahami tren jangka panjang yang berlangsung dalam lingkungan tersebut, (5) memahami bahwa kepemimpinan berpotensi mengurangi kebebasan dari pemimpin.
Menurut Gerth dan Mills (dalam Bass, 1981), untuk memahami kepemimpinan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: (1) Traits dan motivasi dari si pemimpin, (2) Pandangan yang dimiliki oleh publik mengenai pemimpin mereka, dan motivasi yang dimiliki oleh pengikutnya untuk mengikuti pemimpin tersebut, (3) Peran yang dimiliki oleh pemimpin, dan (4) Situasi institusi yang di mana pemimpin dan bawahannya berada.     

Peran kegiatan organisasi dalam pembentukan kepemimpinan

Dalam bukunya yang berjudul Youth Leadership, Josephine van Linden and Carl Fertman (1998) menggambarkan pemimpin sebagai seorang individu yang berpikir untuk dirinya sendiri, mengkomunikasikan pemikiran dan perasaannya pada orang lain, dan membantu orang lain untuk memahami dan melakukan apa yang diinginkannya.
Sementara itu, Social Policy Research Associates (2003) melihat bahwa kepemimpinan dalam konteks sebuah komunitas bukanlah melulu tentang prestasi individu, akan tetapi mengenai proses belajar untuk berpartisipasi dalam sebuah proses kelompok, membangun konsensus, dan melibatkan minat personal serta ide-ide untuk komunitas tersebut.
Menurut Karnes & Bean (1990). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membentuk kepemimpinan, terutama pada pemuda dapat dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Sarwono (1978) yang menyatakan bahwa badan-badan kemahasiswaan intra universitas seperti Dewan Mahasiswa, Senat Mahasiswa, Majelis Permusyawaratan Mahasiwa dan Pers Kampus serta organisasi ekstern melahirkan para pemimpin dan aktivis. Organisasi tersebut jelas merupakan kegiatan ekstrakurikuler. Melalui organisasi tersebut, mahasiswa memperoleh banyak pelajaran bagaimana untuk mempersuasi orang lain, membangun semangat kelompok, serta memecahkan masalah, dan kegiatan tersebut juga dapat membuat mereka memahami berbagai perbedaan kemampuan, skill, serta bakat-bakat yang dengan demikian mereka menjadi lebih memahami bagaimana berinteraksi secara efektif dengan orang yang berbeda-beda untuk mencapai satu tujuan bersama (Karnes &Bean, 1990).

Menurut Karnes & Bean (1990) juga melihat bahwa kepemimpinan dalam kegiatan organisasi tersebut memiliki korelasi yang tinggi dengan kepemimpinan mereka di masa depan daripada prestasi akademik. Di Indonesia, sudah jamak diketahui bahwa banyak diantara para aktivis organisasi yang kemudian memilih jalur karir dalam bidang politik maupun pemerintahan. Sebut saja Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), selain sebagai tempat berhimpun, ia juga menjadi semacam laboratorium kaderisasi kepemimpinan. KNPI banyak pernah melahirkan pemimpin-pemimpin dan tokoh-tokoh nasional yang berperan dalam proses pembangunan (Noeh, 2006). Bahkan saat ini kementerian pemuda dan olahraga dipimpin oleh seorang mantan ketua umum KNPI. Dari organisasi kampus juga tidak kalah banyaknya, saat ini banyak mantan aktivis gerakan mahasiswa yang sedang duduk sebagai wakil rakyat.
Menurut Schneider et al (2002) juga menguatkan kondisi ini, dimana ia menyatakan bahwa kepemimpinan seseorang pada masa remajanya, bisa menjadi prediksi pilihan pekerjaan yang dilakukan mereka di kemudian hari. Pendekatan ini melibatkan identifikasi trait attributes pemuda/remaja/mahasiswa yang memperlihatkan perilaku kepemimpinan, untuk selanjutnya identifikasi tersebut akan mengarahkan mereka untuk menjadi pemimpin nantinya.

Pendekatan dalam penelitian kepemimpinan
          Mangunsong (2004) menyatakan bahwa kepemimpinan telah dipelajari dengan berbagai cara, tergantung preferens metodologi dan konsep kepemimpinan yang digunakan oleh peneliti. Penelitian mengenai kepemimpinan dapat dikalsifikasikan ke dalam salah satu dari empat pendekatan (1) sifat (trait) (2) perilaku (3) pengaruh kekuasaan, dan (4) situasional.
          Pendekatan sifat (trait) menggunakan asumsi bahwa sejumlah orang merupakan pemimpin alamiah yang dianugerahi dengan beberapa sifat yang tidak dipunyai orang lain. Namun pendekatan ini banyak menuai kritik. Stoggdil (dalam Mangunsong, 2004) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses aktif dan bukan semata-mata pemilikan sifat-sifat tertentu, ada keterkaitan kerja antara anggota kelompok dengan pimpinannya. Kritik lain datang dari Robbins (dalam Mangunsong, 2004)  yang mengemukakan empat alasan : mengabaikan kebutuhan dari pengikut, gagal memperjelas pentingnya beberapa sifat, tidak memisahkan sebab dari akibat, dan mengabaikan faktor-faktor situasional lainnya.
          Pendekatan kedua yakni pendekatan perilaku memberikan perhatian lebih teliti terhadap apa yang sebenarnya yang dilakukan oleh pemimpin dalam organisasinya. Pendekatan perilaku dibagi dalam dua kategori umum. Pertama, mengenai sifat dari pekerjaan manajerial, bagaimana seorang pemimpin membagi waktu, menjelaskan isi kegiatan berdasarkan kategori peran, fungsi, serta tanggung jawab. Kedua, penelitian yang membandingkan perilaku para pemimpin yang efektif dan tidak efektif.
          Perbedaan kedua pendekatan ini (sifat dan perilaku) terletak pada pengandaiannya yaitu perilaku kepemimpinan itu secara dasar adalah bawaan lahir atau kepemimpinan itu sebenarnya bisa dipelajari. Dengan perspektif yang kedua, dapat dirancang program-program kepemimpinan untuk membentuk perilaku individu yang efektif dalam memimpin.
Pendekatan ketiga adalah pendekatan pengaruh kekuasaan dimana aspek yang disorot adalah proses pemimpin mempengaruhi pengikutnya. Seperti kedua pendekatan sebelumnya, pendekatan pengaruh juga memusatkan perhatiannya pada pemimpin dengan asumsi adanya hubungan sebab-akibat dengan arah tunggal (pemimpin bertindak dan para pengikut beraksi). Efektifitas kepemimpinan ini dilihat dari jumlah dan jenis kekuasaan seorang pemimpin dan cara kekuasaan itu digunakan (Mangunsong, 2004). Efektifitas juga teretak pada pemahaman tentang bagaimana pemimpin dan pengikut lama-kelamaan saling mempengaruhi (Yulk, dalam Mangunsong 2004).
Pendekatan ke empat adalah pendekatan situasional, dimana kemampuan memimpin dalam situasi-situasi spesifik. Dalam pendekatan situasional, faktor-faktor kontekstual seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh pemimpin, sifat lingkungan eksternal dan karakteristik pengikut perlu diperhatikan (Mangunsong, 2004). Beberapa model dari teori situasional ini adalah model Fiedler, Hersey dan Blanchard, teori pertukaran pemimpin-anggota (leader-member exchange=LMX), teori jalur tujuan (path-goal theory), serta model partisipasi-pemimpin (leader participation model) (Robbins, dalam Mangunsong, 2004).

Pengukuran Kepemimpinan
            Ada beberapa cara dalam mengukur kepemimpinan, salah satu alat ukur yang sudah dikembangkan dan diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia adalah Leadership Intelegence Quotient (LIQ). Alat ukur ini diadaptasi oleh Mangunsong (2004) yang digunakan untuk menyususn disertasinya di Universitas Indonesia. Kecerdasan kepemimpinan mencerminkan suatu kemampuan dan cara berfikir (kognitif) dalam perilaku kepemimpinan (Mangunsong, 2004). Alat ukur yang peneliti gunakan untuk mengukur kecerdasan kepemimpinan adalah Leadership Intelegence Quotient (LIQ) yang diadaptasi dari LIQ Murphy dan sudah diadaptasi dalam bahasa Indonesia oleh Mangunsong (2004).  LIQ mencakup delapan aspek yang harus dipenuhi seorang pemimpin: 1) Memilih orang yang tepat, 2) Menghubungkan mereka dengan alasan yang benar, 3) Mengatasi masalah-masalah yang muncul, 4) Mengevaluasi kemajuan untuk mencapai tujuan, 5) Melakukan negosiasi resolusi terhadap konflik, 6) Menyembuhkan luka yang ditimbulkan oleh perubahan, 7) Melindungi kultur mereka dari bahaya krisis, dan 8) Mensinergikan semua pihak terkait sedemikian rupa sehingga memungkinkan mereka mencapai kemajuan bersama (Murphy, dalam Mangunsong 2004).
           
Kesimpulan hasil kajian dirumuskan 7 item domain kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:
1.   Komunikasi
2.   Bagaimana membina hubungan dengan orang lain  
3.   Memahami diri sendiri
4.   Bekerja dalam kelompok
5.   Kemampuan manajemen
6.   Learning skills
7.   Kemampuan membuat keputusan



Pemimpin
Memulai dari Dirinya.
Sekalipun tidak ada pengikut,
dia akan tetap bekerja.
Sesungguhnya
prinsip, nilai dan keyakinan
pemimpin sejati
tidak dipengaruhi oleh lingkungan
atau banyak sedikitnya
pengikut.

Keteladanan
adalah Kunci Sukses
Kepemimpinan.

Keteladanan  adalah buah
Perilaku Konsisten, Kebiasaan
dan Karakter  Seseorang.

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget