Model-Model Evaluasi Program (PLS)



Model-Model Evaluasi Program
 

Model evaluasi program, menurut Steele (1977), mencakup lebih dari 50 jenis yang telah dan sedang digunakan dalam evaluasi program. Sebagian model berupa rancangan teoritis yang disusun para pakar, sebagian dikembangkan dari pengalaman evaluasi di lapangan, dan sebagian lagi berupa konsep, pedoman dan petunjuk teknis untuk menyelenggarakan evaluasi program.
Model-model evaluasi program dapat dikelompokkan kedalam enam kategori, yaitu:

1.      Model evaluasi terfokus pada pengambilan keputusan (jenis inilah yang terbanyak digunakan)

“evaluasi ini diarahkan untuk menghimpun, mengolah dan menyajikan data sebagai masukan untuk pengambilan keputusan. Evalusi ini terdiri atas model evaluasi konteks, masukan, proses dan produk (Context, Input, Process and Product atau CIPP)”

2.      Model evaluasi terhadap unsur-unsur program

“evaluasi program dalam kategori ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan; (a) bagian-bagian mana dalam suatu program yang sistemik harus di evaluasi?; (b) sejauhmana bagian-bagian itu saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya dan semuanya membentuk kesatuan? (c) sejauhmana sistem mempengaruhi bagian-bagian atau keseluruhan program?

3.      Model evaluasi terhadap jenis/tipe kegiatan program

“model evaluasi program yang terfokus pada upaya mencari jawaban terhadap pertanyaan; (a) jenis data apa yang diperlukan dalam evaluasi program?; (b) jenis-jenis kegiatan mana yang dilakukan dalam evaluasi program?

4.       Model evaluasi terhadap proses pelaksanaan program

“kategori evaluasi ini membantu para penyusun program dan/atau evaluator untuk memahami proses dalam pelaksanaan program”

5.      Model evaluasi terhadap pencapaian tujuan program

“model evaluasi yang berkaitan dengan pengujian hasil-hasil/pencapaian program, seperti melihat hasil pembelajaran (perubahan tingkah laku), melihat pencapaian tujuan khusus program untuk membantu pengelola program meningkatkan kecakapan dalam program”

6.      Model evaluasi terhadap hasil dan pengaruh program

“evaluasi terhadap hasil dan pengaruh program berkaitan dengan kegiatan untuk mengetahui hasil-hasil program pendidikan, baik yang diantisipasi maupun yang tidak diantisipasi, untuk menilai hasil program yang langsung dan/atau tidak langsung, serta konsekuensinya baik yang menguntungkan maupun yang tidak menguntungkan”

Kategori tersebut terfokus pada hasil dan unsur-unsur sistem yang digunakan dalam program sehingga data dapat berguna untuk mengembangkan dan memperbaiki program pada saat program itu sedang berjalan.

Keenam kategori model evaluasi yang dikelompokkan oleh Steele (1977) banyak digunakan untuk program-program yang terdapat di pendidikan luar sekolah atau program lain. Berikut juga ada model evaluasi yang dikembangkan ahli lain.

Model for Delineating Program Elements in the Evaluation Process
(Shortelldan Richardson, 1978)

Model evaluasi program dengan menggunakan Model for Delineating Program Elements in the Evaluation Process (Shortell dan Richardson, 1978), mencakup evaluasi terhadap kondisi awal, faktor masukan (inputs), proses, keluaran (outputs), manfaat (outcomes) dan dampak (impacts), serta mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat baik dari lingkungan internal dan eksternal. Pendekatan sistem ini diterjemahkan dalam metode perencanaan dan evaluasi dalam bentuk Logical Framework Analysis (LFA).

Teknik-teknik penilaian secara cepat atau Rapid Appraisal Methods dalam bentuk pedoman wawancara, angket dan diskusi kelompok terarah dapat digunakan untuk menghimpun informasi dari setiap indikator yang ditentukan.

Di dalam pendekatan sistem terdapat beberapa faktor penting yang harus diketahui sebagai proses yang sistematis. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

  • Kondisi Awal, yang dimaksud adalah keadaan atau situasi yang terjadi sebelum program digulirkan, dapat berupa kondisi permasalahan, prioritas masalah dan kebutuhan, potensi dan sumber, intervensi/ upaya yang telah dilaksanakan, kebijakan dan program yang sudah ada, dan sebagainya.
  • Komponen program, yang dimaksud adalah faktor-faktor masukan (inputs) dan seluruh aktivitas program. Masukan adalah faktor-faktor utama yang digunakan dan mempengaruhi langsung jalannya aktivitas program. Aktivitas adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selama program berlangsung.
  • Faktor-faktor antara (internal dan eksternal) yaitu berbagai faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung dari keberlangsungan program, baik yang berasal dari dalam lingkungan program (faktor internal) maupun yang berasal dari luar lingkungan program (faktor eksternal). Faktor-faktor ini juga dapat merupakan faktor pendukung atau faktor penghambat keberhasilan program yang akhirnya mempengaruhi keseluruhan luaran program (outputs).
  • Keluaran (outputs) yaitu yang dikeluarkan langsung / hasil dari kegiatan program, dapat berupa kenaikan hasil fisik, keluaran jumlah, volume, dan sebagainya.  Keluaran juga merupakan indikator hasil fisik dari pencapain tujuan spesifik/ khusus (objectives).
  • Manfaat (outcomes) yaitu kegunaan / faedah / manfaat langsung yang dapat dinikmati karena adanya investasi program, yang dapat berupa baik kenaikan hasil fisik hasil produksi, perubahan sikap dan perilaku, perbaikan kualitas, perubahan tingkat kemampuan, kesediaan berbuat lebih baik, dan sebagainya. Umumnya juga disebut hasil fungsional atau merupakan indikator fungsional dari pencapaian tujuan spesifik/ khusus (objectives).
  • Dampak (impacts) yaitu akibat yang timbul karena adanya suatu investasi program (baik positif maupun negatif). Umumya dalam jangka waktu lebih lama dari manfaat langsung dan merupakan indikator pencapaian tujuan umum (goals).

Berdasarkan metode tersebut, aspek-aspek yang dievaluasi dapat mencakup :
1.      Kesesuaian pelaksanaan kegiatan yaitu antara kondisi awal, masukan, aktivitas,  faktor-faktor antara, keluaran, manfaat dan dampak
2.      Pencapaian target fisik (jumlah sasaran, volume kegiatan, waktu, biaya, tenaga dan sarana prasarana) dan target fungsional (perkembangan fungsi-fungsi sosial)
3.      Dampak negatif dan positif terhadap perlindungan sosial.
4.      Jalinan hubungan antara hasil yang dicapai pada tingkat mikro (hasil program), mezzo (hasil program) sampai tingkat makro (hasil kebijakan)

Kegiatan evaluasi didasarkan atas penentuan indikator dan cara melakukan pengumpulan data dari setiap indikator yang ditentukan. Secara keseluruhan, sistem evaluasi program  sebagai berikut :

 
Indikator kinerja
Indikator kinerja dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif, dan harus terukur atau dapat dibuktikan/ditunjukkan dengan data empiris. Kinerja yang diharapkan dari pelaksanaan suatu program pembangunan harus dengan jelas ditetapkan indikatornya. Sejak tahap pengusulannya harus disertai dengan identifikasi indikator dan sasaran kinerjanya yang tersusun secara jelas dan tepat.
Dalam menyusun indikator kinerja diperlukan pemahaman yang baik tentang program, tujuannya, sumber daya yang tersedia, ruang lingkup kegiatan, dan saling hubungan yang terdapat di antara berbagai kegiatan tersebut yang dilaksanakan.

1.      Indikator masukan (inputs)

Indikator masukan yang disusun harus mengidentifikasi sumber daya yang tersedia untuk menghasilkan keluaran. Indikator input mengukur jumlah sumber daya seperti : anggaran, SDM, peralatan, bahan, pedoman/ juklak/ juknis, waktu, dan input lain; yang digunakan untuk melaksanakan program. Indikator ini relatif mudah diukur dan telah digunakan secara luas, namun belum dapat menunjukkan kualitas kinerja program. Misalnya, jumlah pekerja sosial  belum menunjukkan kualitas pelayanan sosial secara profesional.

Pengukuran biaya seringkali tidak akurat karena banyak biaya-biaya yang dibebankan pada suatu program tidak memiliki kaitan dengan pencapaian sasaran program tersebut. Demikian juga, banyak biaya-biaya input seperti gaji bulanan personalia pelaksana, biaya pendidikan dan latihan, dan depresiasi nilai uang yang digunakan, seringkali tidak diperhitungkan sebagai biaya program.
Penerapan indikator input secara serampangan mengakibatkan tidak dapat dipergunakanya indikator ini untuk menilai kinerja suatu program. Keadaan ini tidak mendorong para penanggung jawab program untuk merencanakan sumber dayanya secara akurat dan berhati-hati. Apabila kedaan ini meluas, maka efisiensi dan efektivitas pendayagunaan sumber daya akan terus menurun dan kinerja instansi secara keseluruhan akan terancam.

2.   Indikator Keluaran (Outputs)
Indikator output digunakan untuk mengukur keluaran yang dihasilkan oleh suatu program. Dengan membandingkan keluaran dan sasaran program, dapat diketahui apakah kemajuan pelaksanaan dan pencapaian program tersebut sesuai dengan rencana. Indikator output hanya dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu program apabila indikator ini dikaitkan dengan sasaran-sasaran program yang didefinisikan secara jelas dan terukur.
Indikator keluaran lebih menitikberatkan pada hasil fisik yang dicapai, seperti jumlah orang yang mengikuti pelatihan, jumlah anak jalanan yang datang ke rumah singgah, jumlah bantuan modal usaha yang diterima,  dan sebagainya.

Penghitungan output seringkali tidak menunjukkan kualitas. Sebagai contoh jumlah tenaga yang dilatih belum dapat memberikan informasi tentang peningkatan keterampilan dalam bekerja. Demikian juga dalam program fisik, selesainya sebuah bangunan tepat waktu tidak mencerminkan kualitas bangunan tersebut, apalagi befungsinya bangunan tersebut sesuai dengan tujuan program.

3.    Indikator Manfaat  (Outcomes)
Dalam program perlindungan sosial, indikator ini sangat penting untuk menunjukkan keberhasilan secara fungsional. Indikator ini menggambarkan hasil nyata atau manfaat yang diperoleh suatu program. Namun informasi yang diperlukan untuk mengukur outcome seringkali tidak lengkap dan tidak mudah diperoleh. Oleh karena itu setiap pengelola program perlu mengetahui berbagai metode dan teknik untuk mengukur keberhasilan program sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Untuk mengetahui manfaat yang dihasilkan program, perlu disusun indikator manfaat yang mencerminkan berfungsinya keluaran program tersebut. Contoh indikator manfaat yaitu kelangsungan pendidikan anak pada keluarga yang memperoleh bantuan usaha ekonomi produktif.
Pengukuran outcome seringkali rancu dengan menggunakan output. Sebagai contoh “penghitungan jumlah widyaiswara yang telah mengikuti penataran metode andragogi” yang dihasilkan oleh suatu program merupakan indikator output. Namun “penghitungan peningkatan prestasi peserta latihan” yang dihasilkan oleh widyiswara terlatih tersebut merupakan indikator outcome. Dari contoh diatas dapat pula dirasakan bahwa penggunaan indikator outcome seringkali tidak mudah dan memerlukan waktu cukup lama.  

4.    Indikator dampak (impacts)
Indikator ini menggambarkan pencapaian tujuan dalam jangka panjang seperti yang dirumuskan dalam tujuan (goals), baik dampak positif maupun dampak negatif.  Indikator ini dapat diketahui, jika pengukuran dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama dan setelah program tersebut selesai dilaksanakan.  Sebagai contoh,  program Usaha Ekonomi Produktif telah berdampak positif pada peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. tetapi terdapat dampak negatif berupa ketergantungan dari masyarakat terhadap bantuan modal usaha dari pemerintah.


Model Evaluasi Program Lainnya
Ada beberapa model evaluasi program yang dikemukakan Arikunto dan Safruddin Dalam Evaluasi Program Pendidikan, (2004) :
         
1.       Goal Oriented Evaluation Model Oleh Tyler , dimana evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan dan terus menerus terhapdap tujuan yang akan dicapai.
2.       Goal Free Evaluation Model Oleh Michael Scriven, tidak terlalu berfokus pada tujuan khusus tetapi pada tujuan umum kegiatan dan bagaimana proses pelaksananya.
3.       Formatif-Summatif Evaluation Model. Oleh Michael Scriven, evaluasi pada program berjalan dan ketika program selesai.
4.       Countenance Evaluation Model. Oleh Stake dan Fernander(1984), mengidentifikasi konteks, proses dan outcomes dalam sebuah matriks deskriptif-pertimbangan
5.       CSE-UCLA Evaluation Model. Oleh Fernande(1984), model ini dibagi 4 tahap yaitu need assessment, program planning , formative evaluation, summative evaluation
6.       CIPPO Evaluation Model. Oleh Stuffebeam dan kawan-kawan (1967) yaitu pendekatan konteks, input, proses dan product/ outcomes.
7.       Discrepancy /kesenjangan-model oleh Malcolm Provus, yang menekankan pada pandangan adaya kesenjangan dalam pelaksanaan program
Label:

Posting Komentar

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget