Memahami Makna Kepemimpinan
1. Kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang mengkomunikasikan dan mempengaruhkan ide-ide dan kehendaknya
kepada orang lain, sehingga terbentuknya
sebuah ikatan sekelompok
orang yang bersedia bergerak
karena pengaruhnya.
2. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin
yang ide, pemikiran dan ajarannya tetap
dikerjakan dan tetap berpengaruh
kepada orang lain walaupun dia telah
meninggal dunia. Keberhasilan ini disebabkan karena kesalehannya, kualitas pemikirannya, kuatnya
pengaruh pemikirannya dan adanya
regenerasi.
3. Keberadaan pemimpin adalah menemukan
jati diri yang hilang, mengkukuhkan nilai-nilai bersama, mengembangkan
kemampuan, melayani untuk pencapaian tujuan.
4. Jiwa kepemimpinan akan tumbuh
pada diri seseorang, yaitu
ketika adanya dorongan untuk mencapai cita-cita secara sendiri tidak
mampu diraihnya.
5. Kepemimpinan merupakan seni atau proses
mempengaruhi orang lain, shingga
mereka bersedia dengan kemampuan sendiri
dan secara antusias bekerja utuk mencapai tujuan organisasi. (Weirich & Koontz, 1993).
6. Kepemimpinan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi, memotivasi
dan mengarahkan orang lain guna mencapai
tujuan (Hellriegel & Slocum , 1992).
7. Pemimpin karena
kecakapan pribadinya, dengan atau tanpa
pengangkatan resmi, dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk mengarahkan upaya bersama ke arah pencapaian tujuan kelompoknya (Winardi, 1990).
8. Pemimpin adalah mereka
yang kehadirannya diharapkan dan
suaranya didengar oleh pengikut.
9. Pemimpin umumnya lebih tua
dari orang lainnya, karena ia memerlukan seperangkat pengalaman.
10.
Melihat pemimpin menimbulkan harapan pada sesuatu yang telah hilang,
adanya kelezatan.
Istilah Pemimpin
Banyak istilah bermakna pemimpin, namun esensinya
sama.
1. Manajer; orang menyebut manajer karena profesinya mengelola (managing).
Manajer harus dapat mengelola
seluruh amanah yang
diberikan dan mempengaruhi
bawahan dengan baik.
2.
Direktur; orang yang mengarahakan
dan mengendalikan (directing) orang. Direktur
haraus dapat mengendalikan orang lain
dengan baik.
3.
Supervesor; orang yang memiliki kemampuan lebih (super vision). Dia harus
dapat mendidik orang dan memperbaiki
bawahan dengan santun dan lembut. Duty manager, adalah posisi dengan peran
supervesor.
4.
Atasan; orang yang posisinya dalam struktur organisasi di atas. Dia
harus dapat memberi
keteduhan kepada bawahan.
5.
Pejabat; orang yang
sedang diberi amanah atau jabatan. Dia
harus dapat memenuhi jabatan dengan baik dan tidak korup, agar orang yang terkena dampak dari proses pekerjaannya menjadi senang.
6.
Owner; pemilik sebuah usaha atau lembaga. Dia harus memiliki integritas, tidak plin-plan
dan memeras; Agar orang yang bekerja untuknya
betah.
7.
Guru; orang yang digugu dan ditiru oleh muridnya. Ucapan dan
tindakan harus benar, agar berpengaruh
kepada muridnya.
8.
Orangtua. Dia harus dapat meberikan keteduhan hati, doa dan
semangat hidup agar anaknya hormat dan santun.
9.
Majikan. Dia harus dapat mengayomi dan memberikan hak-hak
pekerjanya.
10. Ulama, kiayi, ustadz, tokoh masyarakat. Dia harus mampu
membuktikan nilai-nilai luhur supaya tetap memiliki sebutannya.
Mereka harus
memiliki jiwa pemimpin, karena
harus membangun kebersamaan dan
menggerakan orang lain.
Prinsip Prinsip Kepemimpinan
- Seorang pemimpin harus
memiliki visi yang kuat, tujuan yang jelas, nilai (Value)
yang mudah dipahami oleh para pengikutnya. Visi adalah milik
pemimpin sedangkan misi milik organisasi
- kepemimpinan adalah
sebuah amanah (beban) yang harus dijalankan dengan rasa
tanggungjawab dengan berbasiskan nilai-nilai professional.
Kepemimpinan bukanlah sebuah kebanggaan dan penghormatan, tetapi amanah yang
akan diminta pertanggungjawaban.
- Setiap manusia adalah pemimpin, maka dia harus
bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya (Al-Hadits). Manusia
memimpin dengan hati nurani, fitrah dan basyiroh
- Jika Anda ingin sukses
memimpin orang lain maka Anda harus sukses memimpin diri sendiri. Inilah inti kepemimpinan diri dan puncaknya adalah kepemimpinan
spritual.
- Kepemimpinan adalah sebuah seni mempengaruhi orang lain.
Untuk itu seorang pempimpin wajib mempunyai strategi berpikir, berbicara,
dan bertindak.
- Kekuatan seorang pemimpin adalah sejauh mana pemimpin tersebut
mampu mendelegasikan pekerjaan-pekerjaan kepada orang lain. Contoh
kisah Nabi Musa yang membagi job pengikutnya ketika memasuki negeri yang
dijanjikan Allah.
- Pemimpin harus menjadi model, contoh, qudwah, tauladan bagi
orang lain, sehingga dia berfungsi seperti magnet yang dapat menarik orang
lain ke dalam lingkaran pengaruhnya. Ini lah arti sebuah INTEGRITAS.
- Pada masa yang akan datang, Seorang harus menguasai ilmu-ilmu
manajeman. Hal ini penting karena manajemen adalah instrumen yang
dinamis dalam mengolah manusia.
- Keberhasilan pemimpin ketika dia meninggal, pergi jauh, turun dari
jabatan, tongkat kepemimpinannya dapat berpindah dengan mulus, adanya KADERISASI. Ajarannya tidak akan
pernah mati
- Pemimpin harus bekerja dan dituntut bekerja dengan prinsip : KERJA
IKHLAS, KERJA MAWAS, KERJA CERDAS, KERJA KERAS, KERJA TUNTAS.
Kepemimpinan yang efektif
Dari hasil
studi Bennis dan Nanus (1985) mengidentifikasi empat strategi kepemimpinan yang
efektif:
1). Adanya artikulasi visi yang kuat. Pemimpin yang
efektif harus memiliki gambaran yang jelas tentang apa yang ingin mereka raih.
2). Kemampuan mengkomunikasikan visi tersebut kepada
orang lain, terutama pengikut, dengan kejelasan dan intensitas yang menciptakan
suatu ”pembagian makna”.
3). Pemimpin harus terlihat bisa dipercaya dengan
memegang teguh komitmennya pada visi, yang memungkinkan pengikut untuk melihat
pemimpinya terus memacu ke arah pencapaian visi.
4). Yang paling penting, pemimpin yang efektif harus
mampu menggunakan sepenuhnya kapasitas pribadi yang meliputi: intelegensi,
energi dan komitmen, karena merasa yakin akan kemampuan mereka sendiri serta
optimis tentang kesuksesan usahanya di masa mendatang.
Menurut
Westburg (dalam Bass, 1981), menyatakan bahwa setiap studi mengenai
kepemimpinan harus memasukkan beberapa hal yang dimiliki oleh individu seperti,
perasaan, kecerdasan, dan action traits
dan juga memperhatikan kondisi-kondisi spesifik di mana individu berada.
Menurut Case
(dalam Bass, 1981) juga mengemukakan bahwa kepemimpinan dihasilkan dari
perpaduan antara tiga faktor, yaitu faktor kepribadian dari pemimpin,
karakteristik dari kelompok yang dipimpin, dan situasi dalam kelompok
(perubahan atau masalah yang terjadi dalam kelompok).
Menurut Brown
(dalam Bass, 1981) mengusulkan 5 hukum dinamis dari kepemimpinan. Menurutnya
seorang pemimpin harus memiliki (1) karakteristik yang sama dengan kelompok
yang ia pimpin, (2) potensi yang besar dalam area sosial, (3) mampu beradaptasi
dalam lingkungan yang sudah terbentuk, (4) memahami tren jangka panjang yang
berlangsung dalam lingkungan tersebut, (5) memahami bahwa kepemimpinan
berpotensi mengurangi kebebasan dari pemimpin.
Menurut Gerth
dan Mills (dalam Bass, 1981), untuk memahami kepemimpinan, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan, antara lain: (1) Traits dan motivasi dari si
pemimpin, (2) Pandangan yang dimiliki oleh publik mengenai pemimpin mereka, dan
motivasi yang dimiliki oleh pengikutnya untuk mengikuti pemimpin tersebut, (3)
Peran yang dimiliki oleh pemimpin, dan (4) Situasi institusi yang di mana
pemimpin dan bawahannya berada.
Peran kegiatan
organisasi dalam pembentukan kepemimpinan
Dalam bukunya
yang berjudul Youth Leadership, Josephine van Linden and Carl Fertman
(1998) menggambarkan pemimpin sebagai seorang individu yang berpikir untuk
dirinya sendiri, mengkomunikasikan pemikiran dan perasaannya pada orang lain,
dan membantu orang lain untuk memahami dan melakukan apa yang diinginkannya.
Sementara itu, Social Policy Research Associates (2003)
melihat bahwa kepemimpinan dalam konteks sebuah komunitas bukanlah melulu
tentang prestasi individu, akan tetapi mengenai proses belajar untuk
berpartisipasi dalam sebuah proses kelompok, membangun konsensus, dan
melibatkan minat personal serta ide-ide untuk komunitas tersebut.
Menurut Karnes
& Bean (1990). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membentuk
kepemimpinan, terutama pada pemuda dapat dilakukan melalui kegiatan
ekstrakurikuler
Menurut hasil
penelitian yang dilakukan Sarwono (1978) yang menyatakan bahwa badan-badan
kemahasiswaan intra universitas seperti Dewan Mahasiswa, Senat Mahasiswa, Majelis
Permusyawaratan Mahasiwa dan Pers Kampus serta organisasi ekstern melahirkan
para pemimpin dan aktivis. Organisasi tersebut jelas merupakan kegiatan
ekstrakurikuler. Melalui organisasi tersebut, mahasiswa memperoleh banyak
pelajaran bagaimana untuk mempersuasi orang lain, membangun semangat kelompok,
serta memecahkan masalah, dan kegiatan tersebut juga dapat membuat mereka
memahami berbagai perbedaan kemampuan, skill, serta bakat-bakat yang dengan
demikian mereka menjadi lebih memahami bagaimana berinteraksi secara efektif
dengan orang yang berbeda-beda untuk mencapai satu tujuan bersama (Karnes
&Bean, 1990).
Menurut Karnes
& Bean (1990) juga melihat bahwa kepemimpinan dalam kegiatan organisasi
tersebut memiliki korelasi yang tinggi dengan kepemimpinan mereka di masa depan
daripada prestasi akademik. Di Indonesia, sudah jamak diketahui bahwa banyak
diantara para aktivis organisasi yang kemudian memilih jalur karir dalam bidang
politik maupun pemerintahan. Sebut saja Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI),
selain sebagai tempat berhimpun, ia juga menjadi semacam laboratorium
kaderisasi kepemimpinan. KNPI banyak pernah melahirkan pemimpin-pemimpin dan
tokoh-tokoh nasional yang berperan dalam proses pembangunan (Noeh, 2006).
Bahkan saat ini kementerian pemuda dan olahraga dipimpin oleh seorang mantan
ketua umum KNPI. Dari organisasi kampus juga tidak kalah banyaknya, saat ini
banyak mantan aktivis gerakan mahasiswa yang sedang duduk sebagai wakil rakyat.
Menurut
Schneider et al (2002) juga menguatkan kondisi ini, dimana ia menyatakan bahwa
kepemimpinan seseorang pada masa remajanya, bisa menjadi prediksi pilihan
pekerjaan yang dilakukan mereka di kemudian hari. Pendekatan ini melibatkan
identifikasi trait attributes
pemuda/remaja/mahasiswa yang memperlihatkan perilaku kepemimpinan, untuk
selanjutnya identifikasi tersebut akan mengarahkan mereka untuk menjadi
pemimpin nantinya.
Pendekatan
dalam penelitian kepemimpinan
Mangunsong (2004) menyatakan bahwa
kepemimpinan telah dipelajari dengan berbagai cara, tergantung preferens
metodologi dan konsep kepemimpinan yang digunakan oleh peneliti. Penelitian
mengenai kepemimpinan dapat dikalsifikasikan ke dalam salah satu dari empat
pendekatan (1) sifat (trait) (2)
perilaku (3) pengaruh kekuasaan, dan (4) situasional.
Pendekatan sifat (trait) menggunakan asumsi bahwa sejumlah orang merupakan pemimpin
alamiah yang dianugerahi dengan beberapa sifat yang tidak dipunyai orang lain.
Namun pendekatan ini banyak menuai kritik. Stoggdil (dalam Mangunsong, 2004)
menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses aktif dan bukan semata-mata
pemilikan sifat-sifat tertentu, ada keterkaitan kerja antara anggota kelompok
dengan pimpinannya. Kritik lain datang dari Robbins (dalam Mangunsong,
2004) yang mengemukakan empat alasan : mengabaikan
kebutuhan dari pengikut, gagal memperjelas pentingnya beberapa sifat, tidak
memisahkan sebab dari akibat, dan mengabaikan faktor-faktor situasional
lainnya.
Pendekatan kedua yakni pendekatan
perilaku memberikan perhatian lebih teliti terhadap apa yang sebenarnya yang
dilakukan oleh pemimpin dalam organisasinya. Pendekatan perilaku dibagi dalam
dua kategori umum. Pertama, mengenai sifat dari pekerjaan manajerial, bagaimana
seorang pemimpin membagi waktu, menjelaskan isi kegiatan berdasarkan kategori
peran, fungsi, serta tanggung jawab. Kedua, penelitian yang membandingkan
perilaku para pemimpin yang efektif dan tidak efektif.
Perbedaan kedua pendekatan ini (sifat
dan perilaku) terletak pada pengandaiannya yaitu perilaku kepemimpinan itu
secara dasar adalah bawaan lahir atau kepemimpinan itu sebenarnya bisa
dipelajari. Dengan perspektif yang kedua, dapat dirancang program-program
kepemimpinan untuk membentuk perilaku individu yang efektif dalam memimpin.
Pendekatan ketiga adalah pendekatan pengaruh kekuasaan dimana aspek yang
disorot adalah proses pemimpin mempengaruhi pengikutnya. Seperti kedua
pendekatan sebelumnya, pendekatan pengaruh juga memusatkan perhatiannya pada
pemimpin dengan asumsi adanya hubungan sebab-akibat dengan arah tunggal (pemimpin
bertindak dan para pengikut beraksi). Efektifitas kepemimpinan ini dilihat dari
jumlah dan jenis kekuasaan seorang pemimpin dan cara kekuasaan itu digunakan
(Mangunsong, 2004). Efektifitas juga teretak pada pemahaman tentang bagaimana
pemimpin dan pengikut lama-kelamaan saling mempengaruhi (Yulk, dalam Mangunsong
2004).
Pendekatan ke empat adalah pendekatan situasional, dimana kemampuan
memimpin dalam situasi-situasi spesifik. Dalam pendekatan situasional,
faktor-faktor kontekstual seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh
pemimpin, sifat lingkungan eksternal dan karakteristik pengikut perlu
diperhatikan (Mangunsong, 2004). Beberapa model dari teori situasional ini
adalah model Fiedler, Hersey dan Blanchard, teori pertukaran pemimpin-anggota (leader-member exchange=LMX), teori jalur
tujuan (path-goal theory), serta
model partisipasi-pemimpin (leader
participation model) (Robbins, dalam Mangunsong, 2004).
Pengukuran
Kepemimpinan
Ada beberapa cara dalam mengukur kepemimpinan, salah satu alat ukur yang
sudah dikembangkan dan diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia adalah Leadership Intelegence Quotient (LIQ). Alat
ukur ini diadaptasi oleh Mangunsong (2004) yang digunakan untuk menyususn
disertasinya di Universitas Indonesia. Kecerdasan kepemimpinan mencerminkan
suatu kemampuan dan cara berfikir (kognitif) dalam perilaku kepemimpinan
(Mangunsong, 2004). Alat ukur yang peneliti gunakan untuk mengukur kecerdasan
kepemimpinan adalah Leadership
Intelegence Quotient (LIQ) yang diadaptasi dari LIQ Murphy dan sudah diadaptasi dalam bahasa Indonesia oleh
Mangunsong (2004). LIQ mencakup delapan
aspek yang harus dipenuhi seorang pemimpin: 1) Memilih orang yang tepat, 2)
Menghubungkan mereka dengan alasan yang benar, 3) Mengatasi masalah-masalah
yang muncul, 4) Mengevaluasi kemajuan untuk mencapai tujuan, 5) Melakukan
negosiasi resolusi terhadap konflik, 6) Menyembuhkan luka yang ditimbulkan oleh
perubahan, 7) Melindungi kultur mereka dari bahaya krisis, dan 8) Mensinergikan
semua pihak terkait sedemikian rupa sehingga memungkinkan mereka mencapai
kemajuan bersama (Murphy, dalam Mangunsong 2004).
Kesimpulan
hasil kajian dirumuskan 7 item domain kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:
1.
Komunikasi
2.
Bagaimana membina
hubungan dengan orang lain
3.
Memahami diri sendiri
4.
Bekerja dalam kelompok
5.
Kemampuan manajemen
6. Learning skills
7. Kemampuan membuat keputusan
Pemimpin
Memulai dari Dirinya.
Sekalipun tidak ada pengikut,
dia akan tetap bekerja.
Sesungguhnya
prinsip, nilai dan keyakinan
pemimpin sejati
tidak dipengaruhi oleh lingkungan
atau banyak sedikitnya
pengikut.
Keteladanan
adalah Kunci Sukses
Kepemimpinan.
Keteladanan adalah buah
Perilaku
Konsisten, Kebiasaan
dan Karakter Seseorang.